MEA (Masyarakat Ekonomi
ASEAN) kian marak dibincangkan akhir-akhir ini seiring dengan berbagai
persiapan yang dilakukan pemerintah untuk menyongsong pelaksanaannya 2015
mendatang. MEA adalah salah satu keputusan dalam Declaration of ASEAN Concord
II yang diselenggarakan di Bali pada 7 Oktober 2003.
Adanya MEA akan menjadikan
ASEAN sebagai kawasan yang terintegrasi penuh dengan ekonomi global, sedangkan
ekonomi global saat ini sedang diarahkan menuju sebuah bentuk pasar bebas.
Dalam pasar bebas, semua orang bebas bersaing,
sehingga perusahaan-perusahaan kecil harus bisa menjadi lawan perusahaan-perusahaan besar, bahkan perusahaan-perusahaan besar berskala internasional. Tentu saja sedikit kemungkinan perusahaan-perusahaan kecil ini bisa bertahan.
sehingga perusahaan-perusahaan kecil harus bisa menjadi lawan perusahaan-perusahaan besar, bahkan perusahaan-perusahaan besar berskala internasional. Tentu saja sedikit kemungkinan perusahaan-perusahaan kecil ini bisa bertahan.
Buktinya bisa kita lihat dari akibat keikutsertaan Indonesia dalam APEC, salah satunya dalam sektor industri. Sebanyak 6.123 perusahaan dalam negeri lenyap akibat produknya tidak bisa bersaing dengan produk luar. Perusahaan-perusahaan ini di antaranya perusahaan makanan dan minuman, tembakau, tekstil, dan pakaian jadi. Hal ini tentu mengakibatkan puluhan atau ratusan ribu bahkan jutaan orang kehilangan pekerjaan, dan berikutnya keluarga mereka pun menjadi kesulitan dalam ekonomi.
Tujuan dari MEA bukanlah
untuk meningkatkan perekonomian masyarakat kelas bawah, namun digunakan oleh
pihak-pihak tertentu yang ingin meraup keuntungan yang sebesar-besarnya dari
perdagangan bebas, terutama negara-negara Barat. Hal ini juga terungkap dari pernyataan
seorang penasehat Clinton untuk keamanan nasional dalam pidatonya tanggal 21
September 1993 yang mengatakan, “Kita
harus menyebarkan demokrasi dan ekonomi pasar bebas karena hal ini akan dapat
menjaga kepentingan-kepentingan kita, memelihara keamanan kita, dan sekaligus
mendemonstrasikan nilai-nilai anutan kita, nilai-nilai Amerika yang luhur” (http://www.arrahmah.com/read/2008/10/14/2444-krisis-keuangan-global-as-serangan-11-september.html).
Jadi sudah
sangat jelas bahwa pasar bebas adalah strategi Barat untuk semakin memperkokoh
penjajahan ekonominya di kawasan ASEAN. Tentu hal ini tidak boleh dibiarkan.
Apalagi dengan menganggap bahwa MEA adalah suatu tantangan yang bermakna
positif. Sebaliknya MEA harus dipandang dari kacamata ancaman, sehingga tidak
ada jalan bagi bangsa Barat untuk menguasai kaum muslimin yang mayoritas
tinggal di kawasan negara-negara berkembang.
Persatuan
kaum muslimin mutlak diperlukan untuk melawan hegemoni Barat ini. Tetapi harus
dipahami bahwa persatuan ini bukanlah sekedar berkumpulnya individu untuk
menentukan kesamaan sikap terhadap MEA. Sebab hegemoni Barat yang sudah sangat
kuat ini tidak mungkin bisa dilawan dengan bersatunya kelompok-kelompok
masyarakat, atau berkumpulnya individu-individu atau bahkan berkumpulnya para
perempuan.
MEA adalah
strategi dari suatu sistem. Maka yang mampu melawannya adalah kekuatan sistem
pula, bukan kekuatan kelompok apalagi kekuatan individu. Karena itu menegakkan
sebuah sistem yang akan menata perekonomian dunia dengan cara yang tepat adalah
suatu keharusan. Dan hal ini hanya bisa dilakukan ketika ada sebuah institusi
yang akan menerapkan sistem ekonomi tersebut. Dan Islam yang diterapkan dalam
sebuah Negara (Daulah Khilafah) dengan sistem ekonomi yang diridloi oleh Allah
adalah jawaban atas semua ini. Insya Allah….Wallahu a’lam
Comments :
0 komentar to “MEA, Tantangan atau Ancaman?”
Posting Komentar